Kalender

Hukum Pidana

Merupakan Hukum Publik yang mengatur hubungan antara Warga Negara dengan Negara

Hukum Perdata

Merupakan Hukum Privat yang mengatur hubungan antar individu

Hukum Tata Negara

Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada Negara

Hukum dan Morale

Sebaik apapun hukum tanpa adanya moral yang baik dari para Penegak Hukum maka akan sia sia

Jadikan Hukum sebagai Panglima

Kebobrokan hukum terjadi karena adanya Diskriminasi

Jumat, 12 Agustus 2011

Sifat - Sifat Umum Hukum Adat Indonesia


1. Corak-Corak Hukum Adat Indonesia
Hukum adat kita mempunyai corak-corak tertentu adapun corak-corak yang terpenting adalah :
1. Bercorak Relegiues- Magis :
Menurut kepercayaan tradisionil Indonesia, tiap-tiap masyarakat diliputi oleh kekuatan gaib yang harus dipelihara agar masyarakat itu tetap aman tentram bahagia dan lain-lain. Tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib serta tidak ada pemisahan antara berbagai macam lapangan kehidupan, seperti kehidupan manusia, alam, arwah-arwah nenek moyang dan kehidupan makluk-makluk lainnya.
Adanya pemujaan-pemujaan khususnya terhadap arwah-arwah darp pada nenek moyang sebagai pelindung adat-istiadat yang diperlukan bagi kebahagiaan masyarakat. Setiap kegiatan atau perbuatan-perbuatan bersama seperti membuka tanah, membangun rumah, menanam dan peristiwa-pristiwa penting lainnya selalu diadakan upacara-upacara relegieus yang bertujuan agar maksud dan tujuan mendapat berkah serta tidak ada halangan dan selalu berhasil dengan baik.

Arti Relegieus Magis adalah :
ü  bersifat kesatuan batin
ü  ada kesatuan dunia lahir dan dunia gaib
ü  ada hubungan dengan arwah-arwah nenek moyang dan makluk-makluk halus lainnya.
ü  percaya adanya kekuatan gaib
ü  pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang
ü  setiap kegiatan selalu diadakan upacara-upacara relegieus
ü  percaya adnya roh-roh halus, hatu-hantu yang menempati alam semesta seperti terjadi gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, batu dan lain sebagainya.
ü  Percaya adanya kekuatan sakti
ü  Adanya beberapa pantangan-pantangan.

2. Bercorak Komunal atau Kemasyarakatan
Artinya bahwa kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud kelompok, sebagai satu kesatuan yang utuh. Individu satu dengan yang lainnya tidak dapat hidup sendiri, manusia adalah makluk sosial, manusia selalu hidup bermasyarakatan, kepentingan bersama lebih diutamakan dari pada kepentingan perseorangan..
Secara singkat arti dari Komunal adalah :
ü  manusia terikat pada kemasyarakatan tidak bebas dari segala perbuatannya.
ü  Setiap warga mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya
ü  Hak subyektif berfungsi sosial
ü  Kepentingan bersama lebih diutamakan
ü  Bersifat gotong royong
ü  Sopan santun dan sabar
ü  Sangka baik
ü  Saling hormat menghormati

3. Bercorak Demokrasi
Bahwa segala sesuatu selalu diselesaikan dengan rasa kebersamaan, kepentingan bersama lebih diutamakan dari pada kepentingan-kepentingan pribadi sesuai dengan asas permusyawaratan dan perwakilan sebagai system pemerintahan.
Adanya musyawarah di Balai Desa, setiap tindakan pamong desa berdasarkan hasil musyawarah dan lain sebagainya.

4. Bercorak Kontan :
Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban harus dilakukan pada saat yang bersamaan yaitu peristiwa penyerahan dan penerimaan harus dilakukan secara serentak, ini dimaksudkan agar menjaga keseimbangan didalam pergaulan bermasyarakat.

5. Bercorak Konkrit
Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap perbuatan atau keinginan dalam setiap hubungan-hubungan hukum tertentu harus dinyatakan dengan benda-benda yang berwujud. Tidak ada janji yang dibayar dengan janji, semuanya harus disertai tindakan nyata, tidak ada saling mencurigai satu dengan yang lainnya.

2. Dasar Hukum Sah Berlakunya Hukum Adat
Dalam Batang Tubuh UUD 1945, tidak satupun pasal yang mengatur tentang hukum adat. Oleh karena itu, aturan untuk berlakunya kembali hukum adat ada pada Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II, yang berbunyi :
“Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
Aturan Peralihan Pasal II ini menjadi dasar hukum sah berlakunya hukum adat. Dalam UUDS 1950 Pasal 104 disebutkan bahwa segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturanaturan Undang-Undang dan aturan adat yang dijadikan dasar hukuman itu. Tetapi UUDS 1950 ini pelaksanaannya belum ada, maka kembali ke Aturan Peralihan UUd 1945.
Dalam Pasal 131 ayat 2 sub b. I.S. menyebutkan bahwa bagi golongan hukum Indonesia asli dan Timur asing berlaku hukum adat mereka, tetapi bila kepentingan sosial mereka membutuhkannya, maka pembuat Undang-Undang dapat menentukan bagi mereka :
1.       Hukum Eropa
2.       Hukum Eropa yang telah diubah
3.       Hukum bagi beberapa golongan bersama dan
4.       Hukum baru yaitu hukum yang merupakan sintese antara adat dan hukum mereka yaitu hukum Eropa.

Pasal 131 ini ditujukan pada Undang-Undangnya, bukan pada hakim yang menyelesaikan sengketa Eropa dan Bumi Putera. Pasal 131 ayat (6) menyebutkan bahwa bila terjadi perselisihan sebelum terjadi kodifikasi maka yang berlaku adalah hukum adat mereka, dengan syarat bila berhubungan dengan Eropa maka yang berlaku adalah hukum Eropa. Dalam UU No. 19 tahun 1964 pasal 23 ayat (1) menyebutkan bahwa segala putusan pengadilan selain harus memuat dasar-dasar dan alasan-alasan putusan itu jug aharus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. UU No. 19 tahun 1964 ini direfisi jadi UU No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman karena dalam UU No. 19 tersebut tersirat adanya campur tangan presiden yang terlalu besar dalam kekuasaan yudikatif. Dalam Bagian Penjelasan Umum UU No. 14 tahun 1970 disebutkan bahwa yang dimansud dengan hukum yang tidak tertulis itu adalah hukum adat.
Dalam UU No. 14 tahun 1970 Pasal 27 (1) ditegaskan bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilainilai hukum yang hidup di masyarakat.
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang menjadi dasar berlakunya hukum adat di Indonesia adalah :
1.       Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menjadi dasar berlakunya kembali UUD 1945.
2.       Aturan Peralihan Pasal II UUD 1945
3.       Pasal 24 UUD 1945 tentang kekuasaan kehakiman
4.       Pasal 7 (1) UU No. 14/ 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.

3. Sumber-Sumber Hukum Adat
Sumber-sumber hukum adat adalah :
1.       Adat-istiadat atau kebiasaan yang merupakan tradisi rakyat
2.       Kebudayaan tradisionil rakyat
3.       Ugeran/ Kaidah dari kebudayaan Indonesia asli
4.       Perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat
5.       Pepatah adat
6.       Yurisprudensi adat
7.       Dokumen-dokumen yang hidup pada waktu itu, yang memuat ketentuan - ketentuan hukum yang hidup.
8.       Kitab-kitab hukum yang pernah dikeluarkan oelh Raja-Raja.
9.       Doktrin tentang hukum adat
10.   Hasil-hasil penelitian tentang hukum adatNilai-nilai yang tumbuh dan berlaku dalam masyarakat.

4. Pembidangan Hukum Adat
Mengenai pembidangan hukum adat tersebut, terdapat pelbagai variasi, yang berusaha untuk mengidentifikasikan kekhususan hukum adat, apabiladibandingkan dengan hukum Barat. Pembidangan tersebut biasanya dapat diketemukan pada buku-buku standar, dimana sistematika buku-buku tersebut merupakan suatu petunjuk untuk mengetahui pembidangan mana yang dianut oleh penulisnya. Van Vollen Hoven berpendapat, bahwa pembidangan hukum adat, adalah sebagai berikut :
1.       Bentuk-bentuk masyarakat hukum adat
2.       Tentang Pribadi
3.       Pemerintahan dan peradilan
4.       Hukum Keluarga
5.       Hukum Perkawinan
6.       Hukum Waris
7.       Hukum Tanah
8.       Hukum Hutang piutang
9.       Hukum delik
10.   Sistem sanksi.

Soepomo Menyajikan pembidangnya sebagai berikut :
1.       Hukum keluarga
2.       Hukum perkawinan
3.       Hukum waris
4.       Hukum tanah
5.       Hukum hutang piutang
6.       Hukum pelanggaran

Ter Harr didalam bukunya “ Beginselen en stelsel van het Adat-recht”, mengemukakan pembidangnya sebagai berikut :
1.       Tata Masyarakat
2.       Hak-hak atas tanah
3.       Transaksi-transaksi tanah
4.       Transaksi-transaksi dimana tanah tersangkut
5.       Hukum Hutang piutang
6.       Lembaga/ Yayasan
7.       Hukum pribadi
8.       Hukum Keluarga
9.       Hukum perkawinan.
10.   Hukum Delik
11.   Pengaruh lampau waktu

Pembidangan hukum adat sebagaimana dikemukakan oleh para sarjana tersebut di atas, cenderung untuk diikuti oleh para ahli hukum adat pada dewasa ini. Surojo Wignjodipuro, misalnya, menyajikan pembidangan, sebagai berikut :
1.       Tata susunan rakyat Indonesia
2.       Hukum perseorangan
3.       Hukum kekeluargaan
4.       Hukum perkawinan
5.       Hukum harta perkawinan
6.       Hukum (adat) waris
7.       Hukum tanah
8.       Hukum hutang piutang
9.       Hukum (adat) delik
Tidak jauh berbeda dengan pembidangan tersebut di atas, adalah dari Iman Sudiyat didalam bukunya yang berjudul “Hukum Adat, Sketsa Asa” (1978), yang mengajukan pembidangan, sebagai berikut :
1.       Hukum Tanah
2.       Transaksi tanah
3.       Transaksi yang bersangkutan dengan tanah
4.       Hukum perutangan
5.       Status badan pribadi
6.       Hukum kekerabatan
7.       Hukum perkawinan
8.       Hukum waris
9.       Hukum delik adat.

Kamis, 11 Agustus 2011

Software Kamus Hukum


Hukum yang berlaku di Indonesia atau yang kita kenal dengan istilah Hukum Positif  merupakan warisan dari bangsa Belanda, sedikit banyak bahasa yang digunakan masih menggunakan bahasa Belanda. Oleh karena itu agar pemahaman dalam belajar ilmu hukum mudah dimengerti  maka hendaknya kita mengerti Bahasa Belanda.
Jika di bangku kuliah anda tidak diberikan mata kuliah Bahasa Belanda maka Software Kamus Hukum ini sangat berguna bagi anda yang ingin mempelajari ilmu hukum secara mendalam.
Untuk mendownload Kamus Hukum ini silahkan Klik tombol DOWNLOAD di bawah ini.


Catatan :
 - Untuk menjalankan Aplikasinya buka file zip nya dengan menggunakan Winrar, setelah itu cari file yang berektensi .exe
-  untuk lebih mudah menjalankannya buat shortcut nya di desktop komputermu.

Rabu, 10 Agustus 2011

Pengertian Hukum Adat


1. Pengertian dan Istilah Adat
Apa yang dimaksud dengan adat ?
Istilah adat berasal dari bahasa Arab, yang apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berarti “kebiasaan”. Adat atau kebiasaan telah meresap kedalam Bahasa Indonesia, sehingga hampir semua bahasa daerah di Indonesia telah menganal dan menggunakan istilah tersebut.
Adat atau kebiasaan dapat diartikan sebagai berikut :
“Tingkah laku seseoarang yang terus-menerus dilakukan dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama”.
Dengan demikian unsur-unsur terciptanya adat adalah :
1. Adanya tingkah laku seseorang
2. Dilakukan terus-menerus
3. Adanya dimensi waktu.
4. Diikuti oleh orang lain/ masyarakat.
Pengertian adat-istiadat menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti oleh orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini menunjukkan begitu luasnya pengertian adat-iatiadat tersebut. Tiap-tiap masyarakat atau Bangsa dan Negara memiliki adat-istiadat sendiri-sendiri, yang satu satu dengan yang lainnya pasti tidak sama.
Adat-istiadat dapat mencerminkan jiwa suatu masyarakat atau bangsa dan merupakan suatu kepribadian dari suatu masyarakat atau bangsa. Tingkat peradaban, cara hidup yang modern sesorang tidak dapat menghilangkan tingkah laku atau adat-istiadat yang hidup dan berakar dalam masyarakat.
Adat selalu menyesuaikan diri dengan keadaan dan kemajuan zaman, sehingga adat itu tetap kekal, karena adat selalu menyesuaikan diri dengan kemajuan masyarakat dan kehendak zaman. Adat-istiadat yang hidup didalam masyarakat erat sekali kaitannya dengan tradisi-tradisi rakyat dan ini merupakan sumber pokok dari pada hukum adat.
Menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo, mengatakan bahwa adat adalah tingkah laku yang oleh masyarakat diadatkan. Adat ini ada yang tebal dan ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan-aturan tingkah laku didalam masyarakat ini adalah aturan adat dan bukan merupakan aturan hukum.

2. Istilah Hukum Adat
Istilah “Hukum Adat” dikemukakan pertama kalinya oleh Prof.Dr. Cristian Snouck Hurgronye dalam bukunya yang berjudul “De Acheers” (orang-orang Aceh), yang kemudian diikuti oleh Prof.Mr.Cornelis van Vollen Hoven dalam bukunya yang berjudul “Het Adat Recht van Nederland Indie”.
Dengan adanya istilah ini, maka Pemerintah Kolonial Belanda pada akhir tahun 1929 meulai menggunakan secara resmi dalam peraturan perundangundangan Belanda.
Istilah hukum adat sebenarnya tidak dikenal didalam masyarakat, dan masyarakat hanya mengenal kata “adat” atau kebiasaan. Adat Recht yang diterjemahkan menjadi Hukum Adat dapatkah dialihkan menjadi Hukum Kebiasaan. Van Dijk tidak menyetujui istilah hukum kebiasaan sebagai terjemahan dari adat recht untuk menggantikan hukum adata dengan alasan :
“ Tidaklah tepat menerjemahkan adat recht menjadi hukum kebiasaan untuk menggantikan hukum adat, karena yang dimaksud dengan hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan hukum yang timbul karena kebiasaan, artinya karena telah demikian lamanya orang biasa bertingkah laku menurut suatu cara tertentu sehingga timbulah suatu peraturan kelakuan yang diterima dan juga diinginkan oleh masyarakat, sedangkan apabila orang mencari sumber yang nyata dari mana peraturan itu berasal, maka hampir senantiasa akan dikemukakan suatu alat perlengkapan masyarakat tertentu dalam lingkungan besar atau kecil sebagai pangkalnya. Hukum adat pada dasarnya merupakan sebagian dari adat istiadat masyarakat. Adat-istiadat mencakup konsep yang
luas. Sehubungan dengan itu dalam penelaahan hukum adat harus dibedakan antara adat-istiadat (non-hukum) dengan hukum adat, walaupun keduanya sulit sekali untuk dibedakan karena keduanya erat sekali kaitannya.

3. Pengertian Hukum Adat
Apa hukum adat itu ?
Untuk mendapatkan gambaran apa yang dimaksud dengan hukum adat, maka perlu kita telaah beberapa pendapat sebagai berikut :
1.        Prof. Mr. B. Terhaar Bzn
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap sipelanggar peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap sipelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.
2.        Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven
Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan.
3.        Dr. Sukanto, S.H.
Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada umumnya tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi mempunyai akibat hukum.
4.        Mr. J.H.P. Bellefroit
Hukum adat sebagai peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh penguasa, tetapi tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
5.        Prof. M.M. Djojodigoeno, S.H.
Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan peraturan.
6.        Prof. Dr. Hazairin
Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah kaidah kesusialaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu.
7.        Soeroyo Wignyodipuro, S.H.
Hukum adat adalah suatu ompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagaian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat karena mempunyai akibat hukum ( sanksi ).
8.        Prof. Dr. Soepomo, S.H.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis didalam peraturan tidak tertulis, meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka terlihat unsure-unsur dari pada hukum adat sebagai berikut :
1.      Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyaraka.
2.      Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis
3.      Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sacral
4.      Adanya keputusan kepala adat
5.      Adanya sanksi/ akibat hukum
6.      Tidak tertulis
7.      Ditaati dalam masyarakat

4. Teori Reception In Complexu
Teori ini dikemukakan oleh Mr. LCW Van Der Berg.
Menurut teori Reception in Coplexu :
Kalau suatu masyarakat itu memeluk adama tertentu maka hukum adat masyarakat yang bersangkutan adlah hukum agama yang dipeluknya. Kalau ada hal-hal yang menyimpang dari pada hukum agama yang bersangkutan, maka hal-hal itu dianggap sebagai pengecualian.
Terhadap teori ini hampir semua sarjana memberikan tanggapan dan kritikan antara lain :
Snouck Hurgronye :
Ia menentang dengan keras terhadap teori ini, dengan mengatakan bahwa tidak semua Hukum Agama diterima dalam hukum adat. Hukum agama hanya memberikan pengaruh pada kehidupan manusia yang sifatnya sangat pribadi yang erat kaitannya dengan kepercayaan dan hidup batin, bagian-bagian itu adalah hukum keluarga, hukum perkawinana, dan hukum waris.
Terhaar berpendapat :
Membantah pendapat Snouck Hurgrunye, menurut Terhaar hukum waris bukan berasal dari hukum agama, tapi merupakan hukum adat yang asli tidak dipengaruhi oleh hukum Islam, sedangkan hukum waris disesuaikan dengan struktur dan susunan masyarakat.
Teori Reception in Comlexu ini sebenarnya bertentangan dengan kenyataan dalam masyarakat, karena hukum adat terdiri atas hukum asli (Melayu Polenesia) dengan ditambah dari ketentuan-ketentuan dari hukum Agama demikian dikatakan oleh Van Vollen Hoven.
Memang diakui sulit mengdiskripsikan bidang-bidang hukum adat yang dipengaruhi oleh hukum agama hal ini disebabkan :
1. Bidang-bidang yang dipengaruhi oleh hukum agama sangat bervariasi dan tidak sama terhadap suatu masyarakat.
2. Tebal dan tipisnya bidang yang dipengaruhi hukum agama juga bervariasi.
3. Hukum adat ini bersifat lokal.
4. Dalam suatu masyarakat terdiri atas warga-warga masyarakat yang agamanya berlainan.

5. Perbandingan Antara Adat Dengan Hukum Adat
Perbedaan antara adat dengan hukum adat yaitu :
1.      Dari Terhaar ;
Suatu adat akan menjadi hukum adat, apabila ada keputusan dari kepala adat dan apabila tidak ada keputusan maka itu tetap merupakan tingkah laku/ adat.
2.      Van Vollen Hoven :
Suatu kebiasaan/ adat akan menjadi hukum adat, apabila kebiasaan itu diberi sanksi.
3.      Van Dijk :
Perbedaan antara hukum adat dengan adat terletak pada sumber dan bentuknya. Hukum Adat bersumber dari alat-alat perlengkapan masyarakat dan tidak tertulis dan ada juga yang tertulis, sedangkan adat bersumber dari masyarakat sendiri dan tidak tertulis.
4.      Pendapat L. Pospisil :
Untuk membedakan antara adat dengan hukm adat maka harus dilihat dari atribut-atribut hukumnya yaitu :
a.    Atribut authority, yaitu adanya keputusan dari penguasa masyarakat dan mereka yang berpengaruh dalam masyarakat.
b.    Intention of Universal Application :
Bahwa putusan-putusan kepala adat mempunyai jangka waktu panjang dan harus dianggap berlaku juga dikemudian hari terhadap suatu peristiwa yang sama.
c.    Obligation (rumusan hak dan kewajiban) :
Yaitu dan rumusan hak-hak dan kewajiban dari kedua belah pihak yang masih hidup. Dan apabila salah satu pihak sudah meninggal dunia missal nenek moyangnya, maka hanyalah putusan yang merumuskan mengeani kewajiban saja yang bersifat keagamaan.
d.   Adanya sanksi/ imbalan :
Putusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan sanksi/imbalan yang berupa sanksi jasmani maupun sanksi rohani berupa rasa takut, rasa malu, rasa benci dn sebagainya.
5.      Adat/ kebiasaan mencakup aspek yang sangat luas sedangkan hukum adat hanyalah sebagian kecil yang telah diputuskan untuk menjadi hukum adat.
6.      Hukum adat mempunyai nilai-nilai yang dianggap sakral/suci sedangkan adat tidak mempunyai nilai/ biasa.

Facebook Comment

Blog Dunia Komputer

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More