Kalender

Hukum Pidana

Merupakan Hukum Publik yang mengatur hubungan antara Warga Negara dengan Negara

Hukum Perdata

Merupakan Hukum Privat yang mengatur hubungan antar individu

Hukum Tata Negara

Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada Negara

Hukum dan Morale

Sebaik apapun hukum tanpa adanya moral yang baik dari para Penegak Hukum maka akan sia sia

Jadikan Hukum sebagai Panglima

Kebobrokan hukum terjadi karena adanya Diskriminasi

Jumat, 22 Juni 2012

Hukum Kebendaan (2)


Tentang hak-hak kebendaan
Suatu hak kebendaan (Zakelijk recht) ialah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang.
Ilmu hukum dan perundang-undangan, telah lama membagi segala hak-hak manusia atas hak-hak kebendaan dan hak-hak perseorangan. Suatu hak kebendaan, memberikan kekuasaan atas suatu benda, sedangkan suatu hak perseorangan (persoonlijk recht) memberikan suatu tuntutan atau penagihan terhadap seorang. Suatu hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap sementara orang tertentu saja atau terhadap suatu pihak.
 Pembagian hak-hak tersebut berasal dari hukum Romawi. Orang Romawi telah lama membagi hak penuntutan itu, suatu pembagian dari segala hak manusia. Dan pembagian ini, hingga sekarang masih lazim dipakai dalam sistem hukum Barat.

Hukum Kebendaan

A. Tentang Benda Pada Umumnya.
Pengertian yang paling luas dari perkataan benda (zaak) ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. Di sini benda berarti obyek sebagai lawan dari subyek atau orang dalam hukum. Ada juga perkataan benda itu dipakai dalam arti yang sempit, yaitu sebagai barang yang dapat terlihat saja, ada lagi dipakai, jika yang dimaksudkan kekayaan seseorang.
Jika perkataan benda dipakai dalam arti kekayaan seseorang maka perkataan itu meliputi juga barang-barang yang tak dapat terlihat yaitu : hak-hak. misalnya hak piutang atau penagihan.
Sebagaimana soorang dapat menjual atau menggadaikan barang-barang yang dapat terlihat, ia juga dapat menjual dan menggadaikan hak-haknya Begitu pula perkataan "penghasilan" (vruchten") telah mempunyai dua macam pengertian, yaitu selain berarti penghasilannya sendiri dari sesuatu benda (kuda yang beranak, pohon yang berbuah, modal yang berbunga), ia dapat berarti juga hak untuk memungut penghasilan itu, misalnya hak memungut uang sewa atau bunga dari suatu modal. Penghasilan semacam yang belakangan inilah yang oleh undang-undang dinamakan "burgerlijke vruchten" sebagai lawan dan "natuurlijke vruchten".
Undang-undang membagi benda-benda dalam beberapa macam :
  1. benda yang dapat diganti (contoh : uang) dan dapat diganti (contoh : seekor kuda).
  2. benda yang dapat diperdagangkan (praktis tiap barang dapat diperdagangkan) dan yang tidak dapat diperdagangkan atau "di luar perdagangan" `(contoh : jalan-jalan dan lapangan umum).
  3. benda yang dapat dibagi (contoh : beras) dan yang tidak dapat dibagi (contoh : seekor kuda).
  4. benda bergerak (contoh : perabot rumah) dan yang tak bergerak (contoh : tanah )
Dari pembagian-pembagian yang tersebutkan di atas itu yang paling penting ialah yang terakhir, yaitu pembagian benda bergerak dan benda tak bergerak, sebab pembagian ini mempunyai akibat—akibat yang sangat penting dalam hukum.
Suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tak bergerak ("Onreorend") pertama karena sifamya; kedua karena tujuan pemakaiannya dan ketiga karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang. Adapun benda yang tak bergerak karena sifatnya ialah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan secara erat menjadi satu dengan tanah itu. Jadi, misalnya sebidang pekarangan, beserta segala apa yang terdapat di dalam tanah itu dan segala apa yang dibangun di situ secara tetap (rumah) dan yang ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di pohon yang belum diambil. Tak bergerak karena tujuan pemakaiarmya, ialah segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam satu pabrik. Selanjutnya, ialah tak bergerak karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang, sebagai hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tak bergerak, erfdienstbaarheden, hak opstal, hak erfpacht dan hak penagihan untuk pengembalian atau penyerahan benda yang tak bergerak.
Suatu benda dihitung termasuk golongan benda yang bergerak karena sifatnya, ialah benda yang tidak tergabung dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, jadi misalnya barang perabot rumah. Tergolong benda yang bergerak karena penetapan undang-undang, ialah misalnya vruchtgebruik dari suatu benda yang bergerak, lijfrenten, penagihan mengenai sejumlah uang atau suatu benda yang bergerak, surat-surat sero dan suatu perseroan perdagangan, surat-surat obligasi negara dan sebagainya. Selanjutnya dalam Auteurswet dan Octrooiwet, ditetapkan bahwa hak atas suatu karangan tulisan (auteursrecht) dan hak atas suatu pendapatan dalam ilmu pengetahuan (octrooirecht) adalah benda yang bergerak.

Minggu, 01 Januari 2012

KUH Perdata/Burgerlijke Wet Boek (BW)

Hukum perdata merupakan hukum yang mengatur hubungan antar perseorangan/individu. Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata /Burgerlijke Wet Boek (BW) yang merupakan warisan dari bangsa belanda.

BW (burgelijke wet boek) berdasarkan Pendapat pembentuk Undang-undang di bagi dalam empat buku yaitu :

  1. Buku Pertama tentang Orang
  2. Buku Kedua tentang Benda
  3. Buku Ketiga tentang Perikatan
  4. Buku Keempat tentang Pembuktian
sedangkan menurut ilmu hukum terdiri dari 4 buku juga yaitu :
  1. Buku Pertama mengenai hukum pribadi
  2. Buku Kedua mengenai hukum kekeluargaan
  3. Buku Ketiga mengenai hukum kekayaan
  4. Buku Keempat mengenai hukum wari
untuk mendownload KUH Perdata dalam bentuk File Pdf silahkan Klik Link Download dibawah ini.

Subjek dan Objek Hukum (dalam hukum perdata)

1. Orang Sebagai Subyek Hukum

Subyek Hukum ialah segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Yang termasuk dalam pengertian Subyek Hukum ialah manusia atau orang (naturlijke person) dan badan hukum (recht person) misalnya PT, PN, Koperasi dan yang lain.
Dulu masih ada budak belian yang menurut hukum tidak lebih dari suatu barang saja. Budaya kita sekarang sudah demikian majunya sehingga suatu perikatan pekerjaan yang dapat dipaksakan tidak diperkenankan lagi di dalam lalu lintas hukum.
Seseorang yang tidak suka melakukan suatu pekerjaan yang ia harus lakukan menurut penjanjian, tidak dapat secara langsung dipaksa untuk melakukan pekerjaan itu. Paling tidak ia hanya dihukum untuk membayar kerugian dalam bentuk uang, ataupun harta bendanya, dapat disita sebagai tanggungan atas kewajibannya. Karena hal ini sudah merupakan suatu azas dalam Hukum Perdata.
Perihal kematian perdata yang bunyinya : jo UUDS th 1950 pasal 15. Tiada suatu hukuman pun mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak-hak kewargaan.
Hanyalah mungkin seseorang terhukum dicabut hak-haknya, contohnya kekuasaannya sebagai orang tua terhadap anak-anaknya, kekuasaannya sebagai wali, haknya untuk bekerja pada angkatan bersenjata dan sebagainya.
Suatu hukuman yang mirip dengan kematian perdata ialah sandera (Gijzeling) yaiitu penahanan yang dikenakan terhadap seorang debitur (berhutang) yang lalai atau yang sengaja tidak mau memenuhi kewajibannya membayar hutangnya atau terhadap seseorang yang diduga keras akan mengasingkan barang-barang yang menjadi tanggungan / jaminan atas hutangnya.
Mengenai sandera ini Undang-Undang bersikap banci, yaitu ada peraturan Undang- Undang yang membenarkan sandera seperti dapat kita lihat dalam pasal 209 ayat 1 RIB/I-HR dan Undang-Undang no 49/1960 (PUPN boleh melakukan sandera terhadap orang yang tidak mau membayar kembali hutangnya kepada negara). Sedangkan Undang-Undang yang lainnya tidak membenarkan sandera seperti SEMA no 2/1964 (tentang penghapusan sandera) dan Undang-Undang pokok kekuasaan kehakiman no 14 tahun 1970 (Hakim harus mengindahkan perikemanusiaan dan perikeadilan dalam menjalankan keputusannya, pasal 33 ayat 4).
Juga orang yang dinyatakan pailit oleh pengadilan, ia kehilangan hak untuk berbuat bebas atas barang-barangnya yang diletakkan di bawah pengawasan pengadilan, barang- barang mana menjadi tanggungan hutang-hutangnya.
Seorang yang dinyatakan pailit kehilangan hak untuk berbuat bebas atas harta kekayaannya. Ini berani ia tidak dibenarkan untuk mengasingkan (menjual, menukarkan, menghibahkan atau mewariskan harta kekayaannya).
Berlakunya seseorang sebagai subyek hukum (pembawa hak) yaitu pada saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat orang tersebut meninggal. Bahkan bila perlu demi untuk kepentingannya sebagai subyek hukum (pembawa hak) dapat dihitung Surut yaitu dimulai waktu masih berada dalam kandungan, akan tetapi pada saat dilahirkan orang tersebut dalam keadaan hidup.
Hal ini tentunya akan merupakan tanda tanya, mengapa ini penting untuk dibicarakan. Adapun kegunaarmya yaitu sehubungan dengan perihal warisan yang terbuka ketika seseorang tersebut masih berada dalam kandungan ibunya.
Perihal tiap-tiap orang dapat memiliki hak-hak menurut hukum tanpa kecuali, hal ini adalah benar, namun di dalam hukum tidak semua orang diperkenankan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya tersebut. Ada beberapa golongan yang oleh Undang-Undang telah dinyatakan tidak cakap atau kurang cukup untuk melakukan sendiri perbuatan perbuatan hukum itu. Mereka itu adalah :
1._ Orang-orang yang belum dewasa atau masih di bawah umur.
Oleh KUHP (BW) yang dimaksud orang yang belum dewasa (masih di bawah Umur) ialah apabila seseorang belum mencapai 21 tahun. Keeuali bagi seseorang yang walaupun belum berusia 21 tahun tapi telah kawin (menikah) maka ia dianggap dewasa dan dapat melakukan sendiri perbuatan hukum itu. Hanya dengan catatan apabila sebelum berusia 21 tahun ia bercerai, maka ia dianggap sebagai orang yang masih di bawah umur lagi.
Dan bagi wanita yang telah menikah, menurut KUHP (BW) pada umumnya tidak diperkenankan bertindak sendiri di dalam lalu lintas hukum, tetapi ia harus dibantu oleh suaminya.Dan oleh BW, wanita bersuami ini dianggap kurang cakap untuk bertindak sendiri dalam hukum. Di samping itu ada beberapa pasal dalam KUHP (BW) yang memperbedakan antara kecakapan orang lelaki dan wanita.
1. Wanita dapat kawin jika ia telah berusia 15 tahun dan pria 18 tahun
2. Wanita tidak diperbolehkan kawin sebelum lewat 300 hari setelah perkawinannya diputuskan, sedang untuk pria tidak ada larangan.
3. Seorang pria baru dapat mengakui anaknya bila ia telah berusia paling minim 19 tahun sedang wanita tidak ada batasan usia.
2._Orang-orang yung ditaruh di bawah pengawasan (Curatele) yang selalu harus diwakili oleh orang tuanya, walinya, atau kuratornya.
Di atas telah disebutkan bahwa disamping orang sebagai subyek hukum (pembawa hak), badan-badan hukum juga dapat memiliki hak-hak dan dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. Karena badan-badan hukum dan perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri. Dan ikut sertanya badan hukum dan perkumpulan itu yaitu melalui perantara pengurusnya.
Berarti badan-badan hukum dan perkumpulan itu dapat digugat dan menggugat dimuka hakim melalui tersebut. Mengenai (tempat tinggal), setiap orang akan menurut hukum harus mémilikinya sebagai tempat kedudukan tertentu.
Hal ini perlu, antara lain:
1. Bila seseorang akan kawin (menikah), tempat tinggal (domisilinya) jelas.
2. Begitu juga bila seseorang dipanggil di pengadilan oleh suatu urusan.
3. Dan untuk menentukan pengadilan mana yang berkuasa mengadili seseorang sesuai dengan ternpat tinggalnya. Misalnya si A bextempat tinggal di Jakaxta Pusat, maka , yang berhak mengadili adalah Pengadilan Jakarta Pusat.

2. Obyek Hukum
Obyek Hukum adalah segala sesuatu yang berada di dalam pengaturan hukum dan dapat dimanfaatkan oleh subyek hukum berdasarkan hak/kewajiban yang dimilikinya atas obyek hukum yang bersangkutan. Jadi obyek hukum itu haruslah sesuatu yang pemanfaatannya diatur berdasarkan hukum.
Misalnya segala macam benda, hak atas sesuatu dan sebagainya, yang cara peralihannya berdasarkan hukum (umpamanya berdasarkan jual beli sewa menyewa, waris mewaris, perjanjian dan sebagainya).
Sebagai obyek hukum yaitu segala sesuatu yang berada dalam pengaturan hukum, hal ini memang perlu ditegaskan berhubung karena disamping segala sesuatu yang manfaatnya harus diperoleh dengan jalan hukum, ada pula sesuatu yang manfaatnya dapat diperoleh tanpa perlu atau tanpa berdasarkan hukum, yaitu sesuatu yang dapat diperoleh secara bebas dan alam (misalnya benda non ekonomi), seperti : angin, cahaya matahari, bulan, , hujan air, pegunungan, yang pemanfaatannya, tidak diatur oleh hukum. Hal•hal tersebut tidak termasuk sebagai obyek hukum karena tidak memerlukan pengorbanan.

Facebook Comment

Blog Dunia Komputer

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More