Kalender

Sabtu, 24 Desember 2011

Delik Adat


1. Pengertian
Ruang lingkup Delik Adat meliputi lingkup dari hukum perdata adat, yaitu hukum pribadi, hukum harta kekayaan, hukum keluarga dan hukum waris. Didalam setiap masyarakat pasti akan terdapat ukuran mengenai hal apa yang baik dan apa yang buruk. Perihal apa yang buruk atau sikap tindak yang dipandang sangat tercela itu akan mendapatkan imbalan yang negative.
Soepomo menyatakan bahwa Delik Adat :
“ Segala perbuatan atau kejadian yang sangat menggangu kekuatan batin masyarakat, segala perbuatan atau kejadian yang mencemarkan suasana batin, yang menentang kesucian masyarakat, merupakan delik terhadap masyarakat seluruhnya”
Selanjutnya dinyatakan pula :
“Delik yang paling berat ialah segala pelanggaran yang memperkosa perimbangan antara dunia lahir dan dunia gaib, serta pelanggaran yang memperkosa dasar susunan masyarakat”.
Walaupun agak abstrak, tetapi dapat diperoleh suatu pedoman sebagai ukuran dalam menentukan sikap-tindak yang merupakan kejahatan, yaitu sikap tindak yang mencerminkan ketertiban batin masyarakat dengan ketertiban dunia gaib.
Dengan demikian (Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto mengatakan :
 “... menurut pandangan adat, ketertiban ada dalam alam semesta atau osmos.
Kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat serta warga –warganya ditempatkan didalam garis ketertiban kosmis tersebut.
Bagi setiap orang garis ketertiban kosmis tersebut harus dijalnkan dengan spontan atau serta merta........ .Penyelewengan atau sikap-tindak (perikelakuan) yang menggangu keseimbangan kosmis, maka para pelakunya harus mengembalikan keslarasan yang semula”
Menurut Teer Haar, suatu delik itu sebagai tiap-tiap gangguan dari keseimbangan, tiap-tiap gangguan pada barang-barang materiil dan immaterial milik hidup seorang atau kesatuan orang-orang yang menyebabkan timbulnya suatu reaksi adat, yang dengan reaksi ini keseimbangan akan dan harus dapat dipulihkan kembali.
Pada dasarnya suatu adat delik itu merupakan suatu tindakan yang melanggar perasaan keadilan dan kepatuhannya yang hidup dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya ketentraman serta keseimbangan masyarakat yang bersangkutan, guna memulihkan keadaan ini maka terjadilah reaksi-reaksi adat.
Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat diambil suatu landasan untuk dapat menentukan sikap-tindak yang dipandang sebagai suatu kejahatan, dan merupakan petunjuk mengenai reaksi adat yang akan diberikan.
Dengan memperhatikan pandangan di atas, maka dapat diadakan klasifikasi beberapa sikap-tindak yang merupakan kejahatan, yaitu :
A. Kejahatan karena merusak dasar susunan masyarakat.
1) kejahatan yang merupakan perkara sumbang, yaitu mereka yang melakukan perkawinan, padahal diantara mereka itu berlaku larangan perkawinan. Larangan perkawinan itu dapat berdasarkan atas :
a. eratnya ikatan hubungan darah
b. struktur social (stratifikasi social), misalnya antara mereka yang tidak sederajat
2) kejahatan melarikan gadis (“schaking”), walaupun untuk dikawini
B. Kejahatan terhadap jiwa, harta, dan masyarakat pada umumnya
1. Kejahatan terhadap kepala adat
2. Pembakaran
3. Penghianatan
2. Beberapa jenis delik dalam lapangan hukum adat
a. Delik yang paling berat adalah segala pelanggaran yang memperkosa perimbangan antara dunia lahirdan dunia gaib serta segala pelanggaran yang memperkosa susunan masyarakat
b. Delik terhadap diri sendiri, kepala adat juga masyarakat seluruhnya, karena kepala adat merupakan penjelmaan masyarakat.
c. Delik yang menyangkut perbuatan sihir atau tenung
d. Segala perbutan dan kekuatan yang menggangu batin masyarakat, dan mencemarkan suasana batin masyarakat
e. Delik yang merusak dasar susunan masyarkat, misalnya incest
f. Delik yang menentang kepentingan umum masyarakat dan menentang kepentingan hukum suatu golongan famili
g. Delik yang melanggar kehormatan famili serta melanggar kepentingan hukum seorang sebagai suami.
h. Delik mengeani badan seseorang misalnya malukai
3. Obyek delik adat
Didalam bagian ini akan dijelaskan perihal reaksi masyarakat terhadap perilaku yang dianggap menyeleweng. Untuk hal ini, masyarakat yang diwakili oleh pemimpin-pemimpinnya, telah menggariskan ketentuan-ketentuan tertentu didalam hukum adat, yang fungsi utamanya, adalah sebagai berikut :
a. Merumuskan pedoman bagaiman warga masyarakat seharusnya berperilaku , sehingga terjadi integrasi dalam masyarakat
b. Menetralisasikan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengadakan ketertiban.
c. Mengatasi persengketaan, agar keadaan semula pulih kembali
d. Merumuskan kembali pedoman-pedoman yang mengatur hubungan antara warga-warga masyarakat dan kelompok-kelompok apabila terjadi perubahan-perubahan.
Dengan demikian maka perilaku tertentu akan mendapatkan reaksi tertentu pula. Apabila reaksi tersebut bersifat negative, maka masyarakat menghendaki adanya pemulihan keadaan yang dianggap telah rusak oleh sebab perilakuperilaku tertentu (yang dianggap sebagai penyelewengan)
Didalam praktek kehidupan sehari-hari, memang sulit untuk memisahkan reaksi adat dengan koreksi, yang seringkali dianggap sebagai tahap-tahap yang saling mengikuti.
Secara teoritis, maka reaksi merupakan suatu perilaku serta merta terhadap perilaku tertentu, yang kemudian diikuti dengan usaha untuk memperbaiki keadaan, yaitu koreksi yang mungkin berwujud sanksi negatif . Rekasi adat merupakan suatu perilaku untuk memberikan, klasifikasi tertentu pada perilaku tertentu, sedangkan koreksi merupakan usaha untuk memulihkan perimbangan antara dunia lahir dengan gaib. Betapa sulitnya untuk memisahkan kedua tahap tersebut, tampak, antara lain dari pernyataan Soepomo yang mencakup :
a. pengganti kerugian “imateriel” dalam pelbagai rupa seperti paksaan menikah gadis yang telah dicemarkan
b. bayaran “uang adat” kepada orang yang terkena, yang berupa benda yang sakti sebagai pengganti kerugian rohani.
c. Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat dari segala kotoran gaib
d. Penutup malu, permintaan maaf
e. Pelbagai rupa hukuman badan, hingga hukuman mati
f. Pengasingan dari masyarakat serta meletakkan orang di lua tata hukum
Dengan demikian, maka baik reaksi adat maupunkoreksi, terutama bertujuan untuk emmulihkan keseimbangan kosmis, yang mungkin sekali mempunyai akibat pada warga masyarakat yang melakukan penyelewengan.
4. Petugas hukum untuk perkara adat
Menurut Undang-Undang Darurat No. 1/1951 yang mempertahankan ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi tanggal 9 Maret 1935 Ataatblad No. 102 tahun 1955, Statblad No. 102/1945 maka hakim perdamaian desa diakui berwenang memeriksa segala perkara adat, termasuk juga perkara delik adat.
Didalam kenyataan sekarang ini, hakim perdamaian desa biasanya memeriksa delik adat yang tidak juga sekaligus delik menurut KUH Pidana.
Delik-delik adat yang juga merupakan delik menurut KUH Pidana, rakyat desa lambat laun telah menerima dan menganmgap sebagai sutu yang wajar bila yang bersalah itu diadili serta dijatuhi hukuman oleh hakim pengadilan Negeri dengan pidana yang ditentukan oleh KUH Pidana.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar namun tetap jaga kesopanan

Facebook Comment

Blog Dunia Komputer

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More